17.58 | Author: Kronika Jogja
Selama ini seniman dikenal sebagai sosok individualis yang berkarya berdasarkan intuisi personalnya. Tak banyak seniman yang mau bekerjasama dalam sebuah kelompok dalam menghasilkan karya. Beberapa di antaranya adalah para seniman yang tergabung dalam pameran Re-Form. Dalam pameran tersebut, 33 perupa saling berdialog, menyumbangkan ide, dan memberi kritik atas karya masing-masing perupa. Seluruh prosesnya memakan waktu selama 6 bulan. Sungguh, sebuah waktu yang panjang dan cukup melelahkan. Pameran ini dibuka dengan sambutan Dedy Iryanto dari Langgeng Gallery, perwakilan Jogja National Museum Rizky Summersbee, dan kurator Langgeng Gallery, Arahmaiani. Dalam pidato singkatnya, Dedy Iryanto mengharapkan adanya terobosan baru dalam pameran Re-Form, sehingga membawa angin segar bagi kehidupan seni di Yogyakarta. Selain itu, pembukaan pameran tersebut dimeriahkan dengan penampilan Nightlover Band, Roll Ringtone’s Band, dan DJ performance oleh Principal of South. Pada pembukaan malam itu, juga diadakan pembuatan lukisan siluet di dinding yang dilakukan oleh beberapa perupa secara langsung. Hampir sebagian besar lukisan yang dipamerkan dalam pameran ini bernuansa politik. Seperti lukisan karya Erwan Iwank Heri Susanto yang berjudul “Parade Balon Udara”. Lukisan tersebut menggambarkan keadaan saat ini di mana banyak partai politik yang berlomba-lomba mendapatkan kedudukan tinggi, demi meraih kemenangan dalam pemilu 2009 nanti. Isu agresi Irak terhadap Palestina pun tak luput dari perhatian para seniman. Tema tersebut muncul dalam beberapa karya, salah satunya dalam lukisan karya Tohjaya Tohu berjudul “Sri Laron”. Dari Jogja National Museum, Gari Rakai Sambu, Arman Maulana melaporkan untuk Kronika Jogja.
Category: |
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: