21.53 | Author: Kronika Jogja
Kritik sosial tidak hanya bisa diungkapkan melalui iklan layanan masyarakat, atau pembicaraan formal saja. Kritik sosial juga dapat dikemas dalam bentuk yang lebih santai, bahkan menghibur. Seperti yang ditunjukkan oleh paguyuban “Ketoprak Contong” dalam ketoprak Eksekutif Legislatif berjudul “Wahyu Keprabon”. Pertunjukkan ketoprak yang disutradarai oleh Moro Asmorodono ini mengangkat lakon Damar Wulan. Alkisah, dalam memperebutkan kekuasaan, Damar Wulan harus berjibaku melawan raksasa Minakjinggo yang jahat. Selain itu, Damar Wulan juga harus mengatasi kelicikan dua putra Patih yang juga ingin mendapatkan kekuasaan dari Sang Ratu. Berbagai humor yang diselipkan di tengah cerita sanggup membuat penonton terpingkal-pingkal. Sang penulis naskah dengan apik mampu menyelipkan kritik terhadap kebijakan pemerintah mengenai pengalihan minyak tanah ke elpiji yang kurang lancar dalam pendistribusiannya. Kritik sosial lain seperti mahalnya harga beras, dan lain-lain yang disertakan dalam beberapa dialog, membuat ketoprak ini begitu dekat dengan keadaan masyarakat saat ini. Penonton yang menghadiri acara ini datang dari berbagai lapisan usia. Mulai dari anak-anak, hingga usia lanjut tampak asyik menikmati cerita yang disuguhkan. Pertunjukkan ini sendiri digelar dalam rangka menyambut Pemilu 2009. Begitu banyak pesan moral yang dapat kita petik dari pertunjukan ini, seperti larangan untuk pamer dan takabur, serta larangan menggunakan kekerasan dalam meraih kekuasaan. Yang menarik, pemeran dalam ketoprak ini tidak hanya berasal dari peguyuban Ketoprak Contong saja. Walikota Yogyakarta, dan Kepala Kejaksaan Yogyakarta juga ikut memerankan lakon. 23 Desember 2008 Taman Budaya Yogyakarta
Category: |
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: