02.33 | Author: Kronika Jogja

Di depan gedung pertunjukan S2 ISI, orang-orang membentuk antrian membeli tiket untuk menyaksikan pertunjukan malam itu seharga Rp 10.000,00. Sebagian pengunjung yang sudah mendapatkan tiket nempak duduk-duduk santai di sekitar gedung pertunjukan sembari ngobrol menunggu dibukakannya pintu ruang pertunjukan.

Bengkel Mime Theater, suatu kelompok kesenian yang menggeluti seni pertunjukan berbasis pantomim, kali ini membunyikan “kota” dengan pentas bisu pantomimnya dengan mengembangkan pertunjukan menjadi lebih beralur dan bercerita dengan pengisahan tokoh di dalamnya. Di awal cerita nampak digambarkan arus urabanisasi yang mulai menggeliat, orang-orang berbondong-bondong pindah ke kota karena kota adalah mimpi bagi orang-orang. Cerita mengisahkan Bukhori, seorang salesman alat-alat rumah tangga yanh hidup bersama istri dan ketiga anaknya. Sebagai suami yang bertanggung jawab menghidupi keluarganya, ia harus giat dan berkeringat setiap hari menawarkan barang dari pintu ke pintu ataupun di tengah keramaian orang tak peduli panas dan hujan. Hiburan bagi Bukhori di tengah kelelahannya hanyalah melamun tentang masa depan anak-anaknya, koleksi hiasan rumah tangga, dan kemesraan istrinya. Kalau pulang ke rumah kadang ia beromantika dengan istrinya, teringat ketika malaikat cinta turun ke ruang tamunya. Tapi di suatu hari yang melelahkan, ketika Bukhori pulang ke rumah, rumahnya seperti kedatangan “orang asing” yang menyulap istri dan anak-anak sekaligus seisi rumahnya. Ada Mall di ruang tengahnya, acara fashion show di dapurnya, polah tingkah anak istrinya membuat ia bingung. Ia hanya diam tak tau siapa yang mengajari anak-istrinya berpolah seperti itu. Ia kembali bekerja tapi masih terdiam. Ia terus melangkah membawa alat-alat rumah tangga juga membawa resah yang membuatnya malas pulang ke rumah.

Category: |
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: