16.58 | Author: Kronika Jogja
Isur Suroso, adalah seorang pelukis yang dikepung oleh situasi jiwa yang kompleks; masa lalu yang buram, cinta yang kandas, cemas terhadap masa depan, bahkan perasaan sedih dan terteror yang terus meneror. Isur adalah seseorang yang cenderung feminin, dan merasa lemah menghadapi trauma masa lalu berikut serangkaian kisahnya. Ia merasa, hanya bisa mengemukakan semuanya itu lewat karya-karya lukisan. Namun Suroso tidak memilih cara yang cepat untuk menuturkan semuanya itu dengan, misalnya, gambar corat-coret yang ekspresif dan banal. Sebaliknya, ia memilih jalan dan pendekatan realistik, sebuah cara yang membutuhkan ketekunan dan kecermatan. Suroso mengelola dunia batinnya yang pekat dengan melukis realistik; pelan-pelan, lapis demi lapis, seperti membongkar lapisan-lapisan kulit yang membungkus jiwa dan pikirannya, untuk memburu “isi dan inti” yang mencerahkan. Hampir semua karyanya dengan figur perempuan muda dan cantik. Dan memang, di sekitar sosok perempuan itulah Suroso memendam luka. Perempuan, cantik, halus, tetapi memiliki potensi “melukai” jiwa yang begitu dalam. “Benang Merah” sebagai tajuk kuratorial dalam pameran ini, mengisyaratkan beberapa hal; baik sebagai benang yang ‘merajut’ luka-luka (jiwa), maupun sebagai ‘perangkai banyak faktor yang mengisyaratkan satu persoalan dalam satu pengertian’. Karya-karya Isur Suroso, mengisyaratkan tentang perlawanan (dirinya) terhadap rasa cemas yang merepresi, juga masa lalu yang meneror, melalui sosok-sosok muda, lembut, dan cantik. Sosok-sosok yang sesungguhnya sangat rapuh, penuh luka-luka di beberapa bagian tertentu, dan dijahit oleh benang-benang merah yang berseliweran di sekitarnya. Sebuah panorama yang jauh dari watak menggoda, namun mewujud oleh dorongan untuk mencari cahaya terang. (Srisasanti Gallery, Yogyakarta)
Category: |
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: