17.59 | Author: Kronika Jogja
Pertunjukan DJ di tepi jalan. Tema itulah yang diangkat dalam Sound Class pertama yang diadakan minggu lalu. Acara yang mengambil tempat di kawasan Malioboro ini diadakan oleh komunitas DJ Principle of South. Komunitas tersebut telah malang-melintang di dunia DJ internasional. Jadi, kualitasnya tidak perlu diragukan lagi. Event ini menampilkan beberapa DJ kaliber dunia, seperti DJ Dubyouth, Dash, Latex, dan DJ Deathbeetle dari Australia. Tak heran jika kemudian acara ini mengundang banyak penonton. Baik wisatawan lokal maupun asing menyaksikan acara ini dengan penuh antusias. Selama 4 jam dari pukul 11 malam hingga pukul 3 pagi, para penonton terus disuguhi berbagai musik up-beat yang dimainkan para DJ. Tujuan diadakannya Sound Class ini sendiri adalah untuk mengekspresikan jiwa dan musikalitas para DJ/ yang turut ambil bagian dalam event ini. Musik yang dimainkan sebagian besarnya ber-genre House Music. Event DJ di tepi jalan ini adalah yang pertama di Jogja. Ada kemungkinan event serupa akan diadakan kembali secara periodik di waktu-waktu mendatang. Dari kawasan Malioboro, Candra Himawan melaporkan untuk Kronika Jogja.
Category: | Leave a comment
17.58 | Author: Kronika Jogja
Selama ini seniman dikenal sebagai sosok individualis yang berkarya berdasarkan intuisi personalnya. Tak banyak seniman yang mau bekerjasama dalam sebuah kelompok dalam menghasilkan karya. Beberapa di antaranya adalah para seniman yang tergabung dalam pameran Re-Form. Dalam pameran tersebut, 33 perupa saling berdialog, menyumbangkan ide, dan memberi kritik atas karya masing-masing perupa. Seluruh prosesnya memakan waktu selama 6 bulan. Sungguh, sebuah waktu yang panjang dan cukup melelahkan. Pameran ini dibuka dengan sambutan Dedy Iryanto dari Langgeng Gallery, perwakilan Jogja National Museum Rizky Summersbee, dan kurator Langgeng Gallery, Arahmaiani. Dalam pidato singkatnya, Dedy Iryanto mengharapkan adanya terobosan baru dalam pameran Re-Form, sehingga membawa angin segar bagi kehidupan seni di Yogyakarta. Selain itu, pembukaan pameran tersebut dimeriahkan dengan penampilan Nightlover Band, Roll Ringtone’s Band, dan DJ performance oleh Principal of South. Pada pembukaan malam itu, juga diadakan pembuatan lukisan siluet di dinding yang dilakukan oleh beberapa perupa secara langsung. Hampir sebagian besar lukisan yang dipamerkan dalam pameran ini bernuansa politik. Seperti lukisan karya Erwan Iwank Heri Susanto yang berjudul “Parade Balon Udara”. Lukisan tersebut menggambarkan keadaan saat ini di mana banyak partai politik yang berlomba-lomba mendapatkan kedudukan tinggi, demi meraih kemenangan dalam pemilu 2009 nanti. Isu agresi Irak terhadap Palestina pun tak luput dari perhatian para seniman. Tema tersebut muncul dalam beberapa karya, salah satunya dalam lukisan karya Tohjaya Tohu berjudul “Sri Laron”. Dari Jogja National Museum, Gari Rakai Sambu, Arman Maulana melaporkan untuk Kronika Jogja.
Category: | Leave a comment
17.58 | Author: Kronika Jogja
Siapa bilang sebuah karya seni harus terikat dengan aturan yang baku? Sebuah karya seni bisa saja keluar dari konsep yang diajarkan dalam bangku akademik. Selain itu, sebuah karya merupakan hasil dari proses kreatif, di mana kreativitas seseorang tak dapat dibatasi oleh apapun, bahkan oleh teori. Hal inilah yang coba dibuktikan para seniman yang ikut serta dalam pameran seni rupa bertajuk “Senang-Senang”. Dalam pameran tersebut, para seniman menciptakan karya dengan keluar dari konsep-konsep baku dan teori-teori mapan dengan memutuskan hubungan dari kungkungan cara pemahaman masa lalu. Bagi para seniman tersebut, hal ini perlu dilakukan agar mereka dapat berpikir dan memandang segala sesuatu dengan lebih terbuka. Dengan begitu, diharapkan akan lahir karya-karya besar yang lebih bebas, kreatif, dan terlepas dari segala macam teori maupun konsep baku. Tema “Senang-Senang” sendiri dimaksudkan agar kita dapat sedikit bersenang-senang, dan melupakan carut-marut berbagai problem multi dimensional baik nasional maupun global, yang hingga awal tahun ini masih terus berputar dan semakin membesar. Dari Tujuh Bintang Art Space, Ichsan Anggara, Alip Aditya melaporkan untuk Kronika Jogja.
Category: | Leave a comment
17.57 | Author: Kronika Jogja
Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, bekerjasama dengan Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, menggelar festival Sastra Yogyakarta. Pembukaan festival ini dihadiri oleh pejabat tinggi, yaitu Ketua DPRD, Ketua Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Rektor UIN, Dekan Fakultas Adab, dan Walikota Yogyakarta, Bapak Heru Zudianto. Selain itu festival ini juga dihadiri oleh sejumlah mahasiswa, dosen, seniman, sastrawan, dan pers. Festival ini dibuka oleh Rektor UIN. Dalam sambutannya, beliau mengatakan bahwa karya sastra merupakan ruh suatu bangsa. Dalam acara pembukaan ini juga diberikan penganugerahan novel Islami, kepada Abidah El Khalieqy, penulis novel “Wanita Berkalung Surban”. Launching film “Wanita Berkalung Surban” sendiri diadakan di hari yang sama dengan festival ini. Walikota Yogyakarta juga turut meresmikan situs web resmi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Dalam pidatonya, beliau mengatakan bahwa beliau ingin membangun pusat seni yang dibungkus dengan teknologi modern, namun tidak mengubah keaslian budaya kita. Bagi beliau, sejarah bukan hanya tentang peristiwa melainkan nilai-nilai di dalamnyalah yang harus kita petik. Dari UIN Sunan Kalijaga, Intika Chunda, Wulan Damayanti melaporkan untuk Kronika Jogja.
Category: | Leave a comment
17.56 | Author: Kronika Jogja
Keberadaan uang sudah ada sejak zaman purba, bahkan mungkin sudah seusia peradaban manusia sendiri. Bentuk mata uang juga bermacam-macam, mulai dari kerang, batu, logam, kain dan juga kertas. Hal inilah yang coba ditampilkan dalam pameran bertajuk Duit Munten yang diselenggarakan di Bentara Budaya Yogyakarta. Duit Munten sendiri memiliki arti uang kertas dan uang logam. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa Belanda. Pameran ini merupakan hasil kerjasama antara Bentara Budaya dengan beberapa kolektor numismatik di Yogyakarta, seperti Yan Arista, Noel Yunanto, Haris Kertorahardjo, dan Hermanu. Pameran ini unik, karena mempunyai nilai sejarah yang cukup rumit. Di samping itu, dari sudut pandang seni rupa, uang mempunyai nilai artistik yang tinggi, karena grafis yang tercetak pada uang sangat unik dan otentik. Benda-benda yang dipamerkan meliputi uang kertas Indonesia sejak abad ke-18, uang logam Jepang, uang kertas jaman pemerintahan Hindia Belanda, uang kertas Saudi Arabia, uang kertas Yugoslavia, alat penghitung uang, brankas, uang logam kuno, kertas saham, surat pinjaman, buku tabungan zaman Jepang, dan berbagai alat tukar kuno lainnya. Beberapa lukisan yang mengambil tema uang pun turut ditampilkan dalam pameran tersebut. Beberapa di antaranya adalah lukisan karya Yuswantoro Adi berjudul “Mengagumi Kartini”, dan lukisan karya Melodia berjudul “Tengah Hari di Tanah Impian”. Dari Bentara Budaya Yogyakarta, Arman Maulana, Gari Rakai Sambu melaporkan untuk Kronika Jogja.
Category: | Leave a comment
22.01 | Author: Kronika Jogja
Tak banyak seniman yang membuat karya seni menggunakan inspirasi berupa mainan. Adalah Yopi Cahyo Basuki, salah seorang seniman yang seluruh karyanya terinspirasi dari mainan, seperti mobil-mobilan, dan motor-motoran. Di awal tahun 2009 ini ia baru saja mengadakan pameran tunggal bertajuk “Pudding Hill”. Pameran ini diadakan di Bentara Budaya Yogyakarta. Dalam pameran ini Yopi memamerkan sekitar 121 karya seni yang sebagian besarnya merupakan karya tiga dimensi. Dari 121 karyanya, 44 berbentuk mobil-mobilan, 61 berbentuk serangga, dan 16 lainnya merupakan lukisan. Dalam pameran ini Yopi ingin menyajikan gambaran imajinatif tentang suatu tempat yang akan sangat menyenangkan, penuh mainan tetapi tidak harus difungsikan sebagaimana adanya. Dalam “Pudding Hill” ini Yopi bisa membuat bentuk dan fungsi dari mainan sesuai dengan apa yang ia rasakan, tanpa terbentur mainstream yang berlaku. Yopi memulai pembuatan karya-karyanya dari tahun 2007, dengan menggunakan barang-barang bekas. Yang unik, sebagian besar karya Yopi beroda dan dapat digerakkan. Salah satu karyanya bahkan diberikan rel, dan dapat dimainkan oleh para pengunjung. Konsep interaksi antara karya dan para pengunjung inilah yang diinginkan oleh Yopi. 6 – 14 Januari 2009 Bentara Budaya Yogyakarta
Category: | Leave a comment
21.59 | Author: Kronika Jogja
Mengawali tahun 2009, Taman Budaya Yogyakarta menggelar sebuah pameran bertajuk Fiber Face. Pameran ini menguak sisi wajah ibu-ibu komunitas butik yang membangun kembali harga diri dan kemandirian sosial-ekonomi dari dusun mereka yang tertinggal. Selain memamerkan berbagai ragam batik, pameran ini juga menampilkan seni serat. Seni serat sendiri merupakan sebuah fenomena baru dalam kancah seni kontemporer Indonesia yang tengah digandrungi saat ini. Bahan baku dalam seni serat adalah anyaman bambu, rotan, jerami, sabut tali-temali, sulaman, tenun, bulu, kertas, dan lain sebagainya. Dalam pameran ini, khususnya pada bagian seni serat, kita akan menjumpai karya instalasi, patung, wayang kolase, atau dan segala hal yang berbahan baku serat. 3 – 11 Januari 2009 Taman Budaya Yogyakarta
Category: | Leave a comment
21.58 | Author: Kronika Jogja
Adalah Pasukan Bumi, kelompok seni yang baru saja menggelar pameran dan presentasi bertajuk “Back” atau kembali. Pasukan Bumi adalah kumpulan seniman yang berasal dari Jogja dan Bandung. Anggota kelompok seni ini antara lain Andita Purnama, Dita Gambiro, I Wayan Upadana, dan Toto Nugroho. Kelompok ini unik, karena mereka hanya berdiskusi via online. Dan konon, sebelumnya mereka belum pernah bertatap muka secara langsung. Konsep awalnya, seni rupa berjenis objek dan beberapa rancangan karya seni rupa yang di luar kebiasaan mereka. Para seniman yang tergabung dalam Pasukan Bumi ini menghadirkan karya-karya dengan bahan yang dekat dengan kita, seperti lemari es, telepon, remote control, dan gaun. Karya-karya mereka lantas dibawa ke ruang publik, seperti di pinggir jalan, pantai, dan lain sebagainya. Reaksi masyarakat yang beragam kemudian mereka dokumentasikan dalam karya-karya berikutnya, berupa foto, lukisan, jejak karya, dan lain sebagainya. Reaksi-reaksi masyarakat ini juga ditampilkan dalam ruang galeri.5 – 14 Januari 2009 Roommate Gallery
Category: | Leave a comment
21.57 | Author: Kronika Jogja
Sebagai penutup tahun 2008, V-art Gallery menyelenggarakan pameran dengan tema “Refleksi Ruang dan Waktu”. Pameran ini dibuka tepat sehari menjelang 2009. Pameran ini memiliki pesan yang kuat, yaitu mengajak kita untuk melakukan refleksi diri terhadap banyak hal yang sudah kita lalui. Maksud dari “Refleksi Ruang dan Waktu” sendiri adalah ruang bisa berarti yang fisik, yang nyata, dan yang imajiner. Sama halnya dengan waktu, sesuatu yang tidak dapat diraba, namun merupakan sesuatu yang nyata. Persepsi tentang ruang berpotensi mengubah cara pandang terhadap semua hal. Pameran ini menghadirkan tiga kata kunci sekaligus, yakni refleksi, ruang dan waktu. Kata refleksi sendiri mengisyaratkan tentang kata kerja, yang merupakan sebuah aktivitas. Pameran ini mengundang seniman-seniman dari berbagai kota, antara lain Yogya, Bandung, Jakarta, dan juga dari luar Jawa, yaitu Bali.V-art Gallery Cafe 30 Desember 2008
Category: | Leave a comment
21.55 | Author: Kronika Jogja
Menyongsong Tahun Baru 2009, Tengkiu Shop mengadakan sebuah art exhibition bertajuk “Unhappy New yeah!”. Tujuan dari pameran ini adalah mengangkat tema-tema urban, graffiti, dan alat-alat permainan. Tak aneh jika kemudian pada pembukaan pameran ini lebih banyak dihadiri oleh pengunjung dari kalangan remaja dan anak-anak. Menurut rencana, Tengkiu Shop akan mengadakan pameran serupa dua kali dalam setahun. Pameran kedua menurut jadwal, akan diadakan dalam minggu ketiga bulan Januari ini. Tengkiu Shop sendiri baru pertama kali mengadakan pameran seperti ini. Persiapan pameran ini, seperti persiapan barang-barang yang akan dipamerkan, mendesain lokasi pameran, dan bekerja sama dengan kelompok seni di Jogja, dilakukan relatif cepat, yaitu hanya sebulan sebelum pameran dilangsungkan.Tengkiu Shop 1 – 7 Januari 2009
Category: | Leave a comment
21.54 | Author: Kronika Jogja
Tanggal 5 – 31 Desember 2008 digelar sebuah pameran tunggal di Kedai Kebun Forum. Pameran tunggal ini memajang karya-karya dari seniman Surya Wirawan. Di pameran tersebut, Surya Wirawan menggunakan beberapa varian komik, seperti komik larik dan menggunakan tokoh-tokoh punakawan sebagai subyek utama karyanya. Dia tidak menggunakan media kanvas sebagai alas lukisnya, melainkan hanya menggunakan kertas-kertas mungil. Urusan sehari-hari, tilang motor, antri beras dan minyak tanah adalah kegiatan sosial yang menjadi tema umum karya-karyanya. Kesederhanaan bentuk dan kerumitan pengerjaannya menjelaskan mengapa komik ini tidak tercetak di koran, tetapi terpajang di ruang pamer. Kualitas cetak koran tidak akan memenuhi kerumitan detail warna dan garis dari karya-karya ini. Karya-karyanya memang layak mendapat tempat bagi apresiasi dalam taraf internasional seperti yang diungkapkan Karim Razlar, wisatawan asing asal Kuala Lumpur, Malaysia.5 – 31 Desember 2008 Kedai Kebun Forum
Category: | Leave a comment
21.53 | Author: Kronika Jogja
Kritik sosial tidak hanya bisa diungkapkan melalui iklan layanan masyarakat, atau pembicaraan formal saja. Kritik sosial juga dapat dikemas dalam bentuk yang lebih santai, bahkan menghibur. Seperti yang ditunjukkan oleh paguyuban “Ketoprak Contong” dalam ketoprak Eksekutif Legislatif berjudul “Wahyu Keprabon”. Pertunjukkan ketoprak yang disutradarai oleh Moro Asmorodono ini mengangkat lakon Damar Wulan. Alkisah, dalam memperebutkan kekuasaan, Damar Wulan harus berjibaku melawan raksasa Minakjinggo yang jahat. Selain itu, Damar Wulan juga harus mengatasi kelicikan dua putra Patih yang juga ingin mendapatkan kekuasaan dari Sang Ratu. Berbagai humor yang diselipkan di tengah cerita sanggup membuat penonton terpingkal-pingkal. Sang penulis naskah dengan apik mampu menyelipkan kritik terhadap kebijakan pemerintah mengenai pengalihan minyak tanah ke elpiji yang kurang lancar dalam pendistribusiannya. Kritik sosial lain seperti mahalnya harga beras, dan lain-lain yang disertakan dalam beberapa dialog, membuat ketoprak ini begitu dekat dengan keadaan masyarakat saat ini. Penonton yang menghadiri acara ini datang dari berbagai lapisan usia. Mulai dari anak-anak, hingga usia lanjut tampak asyik menikmati cerita yang disuguhkan. Pertunjukkan ini sendiri digelar dalam rangka menyambut Pemilu 2009. Begitu banyak pesan moral yang dapat kita petik dari pertunjukan ini, seperti larangan untuk pamer dan takabur, serta larangan menggunakan kekerasan dalam meraih kekuasaan. Yang menarik, pemeran dalam ketoprak ini tidak hanya berasal dari peguyuban Ketoprak Contong saja. Walikota Yogyakarta, dan Kepala Kejaksaan Yogyakarta juga ikut memerankan lakon. 23 Desember 2008 Taman Budaya Yogyakarta
Category: | Leave a comment
21.46 | Author: Kronika Jogja
Sebanyak 48 mahasiswa dan 28 staff pengajar Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta baru saja menggelar sebuah pameran seni visual yang diberi tajuk “Dedication To The Future”. Karya-karya yang ditampilkan meliputi karya lukis, patung, dan grafis. Pameran ini terselenggara atas kerjasama Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta dengan Jogja Gallery. Bersamaan dengan pameran, diselenggarakan pemberian penghargaan “Academic Art Award Kedua” untuk kategori perupa muda, kategori perupa profesional, kategori media massa cetak, dan kategori tokoh pendidik seni. Penghargaan ini merupakan upaya Jurusan Seni Murni ISI Yogyakarta dan Jogja Gallery mendorong siapapun untuk ringan hati memberikan penghargaan pada capaian-capaian seseorang atau institusi yang sudah mendedikasikan profesinya. Seperti tajuknya, pameran ini bagaikan upaya “menanam masa depan”; menanam kemungkinan-kemungkinan untuk menjaring dan mendorong. Menjaring para perupa masa depan yang terampil, cerdas, berpengetahuan luas, berkecakapan sosial baik, serta memiliki kerendahhatian untuk terus berproses dan bergaul, terlatih memberikan penghargaan pada capaian-capaian orang lain. Kemudian mendorong munculnya para penyangga yang profesional; galeri, sponsor, institusi, apapun dan dari manapun yang berhasrat melakukan investasi budaya. 17 Desember 2008 – 11 Januari 2009 Jogja Gallery
Category: | Leave a comment
12.28 | Author: Kronika Jogja
Pameran besar seni rupa the highlight yang di adakan fakultas seni rupa ISI yogyakarta ini mengadakan beberapa rangkaian acara yaitu Olimpiade Seni Rupa, kompetisi terbuka seni rupa untuk seluruh pelajar SMU/SMK di Indonesia. Artis talk menghadirkan Pembicara Dipo Andi, Venzha, dan Nyoman Erawan seniman-seniman yang lahir dari ISI ini memaparkan penggalian berbagai sumber ilmu, teknologi maupun persilangan seni dengan perkembangan bioteknologi untuk menciptakan karya yang menarik. Rangkaian acara seminar juga di gelar di ruang kuliah Desain Fakultas seni rupa, menghadirkan M. Arief Budiman pimpinan P.T Petak Umpet yogyakarta, Budi Irawanto Pengamat komunikasi & Dosen fisipol UGM,dan Heri Dono seniman internasional, dengan moderator oleh Kuss Indarto Pengamat seni rupa & kurator independen. Tujuan seminar untuk memperlihatkan berbagai perspektif dalam melihat format presentasi dan interaksi seni rupa dalam lingkup nasional, regional dan internasional di tengah praktik mediasi dan jejaring era industri kreatif. 20-31 Desember 2008 Jogja Nasional Museum
Category: | Leave a comment
12.27 | Author: Kronika Jogja
Pada tanggal 18 Desember lalu, Tujuh Bintang Art Space menggelar pembukaan pameran lukisan karya Wahyu Geiyonk dan Jemi Bilyanto. Selain dihadiri oleh kedua pelukis, pada pembukkaan itu, Bapak Sapto Adi Nugroho selaku direktur Tujuh Bintang Art Space juga hadir untuk mengucapkan kata sambutan. Alunan musik Blues dari Jasmine Band menambah semarak pembukaan pameran itu. Menurut M. Dwimaryanto, Sang Kurator, OFF/ON memiliki arti “Dari Tertutup ke Terbuka”. Hal ini sangat senada dengan tema lukisan yang ditampilkan baik oleh Wahyu maupun Jami. Dalam kesempatan kali ini, Wahyu Geiyonk menggunakan obyek bayi dengan mata terpejam. Kedalaman wajah sang anak yang tengah tertidur, dan bau nafasnya yang menginspirasi Wahyu dalam menghasilkan ke-17 karya indahnya. Di setiap wajah bayi, Sang Pelukis menambahkan obyek kupu-kupu yang seolah tengah terbang keluar dari kepompongnya untuk mewarnai dunia. Bagi Wahyu, seorang anak memiliki tugas yang sama dengan kupu-kupu: lahir ke dunia untuk memberi warna dalam kehidupan keluarga. Sementara itu, berbeda dengan Wahyu, Jemi Bilyanto menggunakan obyek berupa anak kecil dengan mata terbuka. Ke-13 lukisan yang ia tampilkan merupakan buah pengamatannya terhadap anak-anak metropolis yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orangtua mereka. Dalam karyanya, Sang Pelukis ingin menyampaikan bahwa bukan hanya anak, namun orangtuapun harus bisa melihat dan memperhatikan anak-anaknya. Pameran lukisan yang sarat dengan pesan kehidupan ini sangat sayang untuk Anda lewatkan. Rasakan keindahan karya Wahyu Geiyonk dan Jemi Bilyanto dalam pameran ini, karena ON/OFF masih berlangsung hingga 31 Desember. Dari Tujuh Bintang Art Space, Chandra Himawan, Wulan Damayanti melaporkan untuk Kronika Jogja.Tujuh Bintang Art Space 18 – 31 Desember 200
Category: | Leave a comment
12.24 | Author: Kronika Jogja
Festival Wayang Indonesia 2008 yang Kedua Taman Budaya Yogyakarta 13-17 Desember 2008 Seni pedalangan merupakan salah satu pilar budaya bangsa yang dapat menjadi wacana dan wahana budaya untuk mempertinggi harkat dan martabat bangsa. Kiranya hal itulah yang menjadi topik utama dalam event besar yang diadakan di Taman Budaya Yogyakarta baru-baru ini. Festival Wayang Indonesia 2008 yang Kedua itulah tajuk yang diangkat kali ini . Dan sesuai judulnya, festival wayang ini menjadi festival kedua setelah event pertama yang sukses diadakan di Surabaya pada 1 Desember 2005 lalu. Adalah PEPADI, organisasi seni yang mewadahi kegiatan seni pewayangan dan pedalangan di Indonesia yang menjadi pelopor sekaligus sponsor terbesar acara ini. Sebanyak 18 dalang terbaik dari 18 pulau di Nusantara ditampilkan dalam event akbar ini. Penonton tak hanya berasal dari Yogyakarta, namun juga dari berbagai daerah di Indonesia, dibuat terkesima ketika menyaksikan seluruh dalang beraksi. Ke-18 dalang saling berlomba, menampilkan kemampuan terbaiknya, untuk mendapatkan penilaian tertinggi dari dewan juri. Setelah waktu penilaian yang alot, ditetapkanlah juara dalam acara ini, yaitu ki sigit ariyanto dari Komda Pepadi Jawa Tengah sebagai dalang terbaik dan satu garap lakon terbaik. Ki Apep Hudaya sebagai Satu garap catur terbaik, Ki Cahyo Kuntadi sebagai satu garap sabet terbaik dan satu garap karawitan dimenangkan oleh Ki Hapi Sutikno. Dari Taman Budaya Yogyakarta, Arman Maulana, Sendang Eko Rini melaporkan untuk Kronika Jogja.Taman Budaya Yogyakarta 13-17 Desember 2008
Category: | Leave a comment
12.08 | Author: Kronika Jogja
Java’s Machine: PhantasmagoriaJompet Kuswidananto, seorang seniman berbakat Yogyakarta, baru-baru ini mengadakan pameran tunggal bertajuk “Java’s Machine: Phantasmagoria”. Pameran yang diadakan dari 15 Desember hingga Januari 2009 ini merupakan presentasi proyek seni Jompet yang memiliki makna berlapis-lapis. Dalam Java’s Machine, Jompet memadukan unsur video dengan bunyi dan obyek-obyek kinetik. Minat Jompet terhadap karya-karya yang cenderung tak lagi populer di kalangan seniman segenerasinya selalu dapat tersalurkan secara unik lewat kemampuan artistiknya. Karya dari seniman yang lahir 32 tahun silam ini terinspirasi oleh risetnya tentang kebudayaan masyarakat Jawa lama, tepatnya pada masa kolonialisasi, yaitu ketika Belanda untuk pertama kalinya memperkenalkan mesin ke dalam kehidupan para petani. Alat-alat yang digunakan Jompet dalam pameran ini berupa drum, radio, senjata api, topi, dan sepatu tentara zaman dulu. Pameran ini sendiri menandai peluncuran perdana proyek seni di Indonesia secara lebih utuh, setelah sebelumnya tampil pada perhelatan Yokohama Triennale 2008 di Jepang beberapa bulan yang lalu. Kosmologi saintifik – modern – cenderung memandang semesta layaknya sebuah “mesin”. Bertolak belakang dengan itu, karya Jompet malah menawarkan gagasan tentang mesin, perangkat mekanik buatan manusia.Cemeti Art House, jogja 15 Desember 2008 – (Gak ada tanggalnya) Januari 2009
Category: | Leave a comment