17.34 | Author: Kronika Jogja
Dari tanggal 20 hingga 31 Desember 2008 ini, FSR ISI Yogyakarta menyelenggarakan pameran besar dengan tajuk "The Highlight - Dari Medium ke Transmedia" yang menampilkan karya-karya dari tiga Jurusan (Seni Murni, Desain, dan Kriya Seni) dengan segala variannya. Pameran ini dihasratkan untuk merepresentasikan beragam hasil prestasi edukasi formal yang sampai saat ini memiliki pengaruh besar dalam perkembangan seni rupa desain, dan kriya di Indonesia, serta bagaimana para alumnus mengembangkan diri di panggung yang lebih luas dengan pilihan profesinya secara profesional. Format pameran ini, seperti diisyaratkan oleh tajuknya, adalah ingin menghadirkan penggunaan medium, keluasan, dan terobosannya (transmedia). Dalam tradisi akademis, perihal medium merupakan titik tolak dalam proses kreasi. Pada tiga jurusan di FSR ISI Yogyakarta (seni murni, desain, dan kriya seni) selalu berlangsung eksperimental terhadap media, yang dampaknya sangat menggugah para mahasiswa (dan alumni) untuk melakukan eksplorasi lebih jauh. Akibatnya terjadi praktik persilangan medium yang hasilnya tak jarang mengejutkan, baik dari aspek visual maupun gagasannya. Dampak berikutnya adalah bahwa kategorisasi tiga bidang disiplin ini (seni murni, desain, dan kriya seni) kerap diperdebatkan, dan memang fakta menunjukkan bahwa persilangan sungguh-sungguh terjadi. Banyak alumni yang 'lari' dari displin awal. Bahkan tak jarang, para 'pelarian' ini - tentu saja juga menunjukkan kepiawaiannya yang akrobatik dalam praktik persilangan medium - justru menjadi ikon, dan bahkan mencapai highlight dalam peta seni rupa Indonesia.
Category: | Leave a comment
16.58 | Author: Kronika Jogja
Isur Suroso, adalah seorang pelukis yang dikepung oleh situasi jiwa yang kompleks; masa lalu yang buram, cinta yang kandas, cemas terhadap masa depan, bahkan perasaan sedih dan terteror yang terus meneror. Isur adalah seseorang yang cenderung feminin, dan merasa lemah menghadapi trauma masa lalu berikut serangkaian kisahnya. Ia merasa, hanya bisa mengemukakan semuanya itu lewat karya-karya lukisan. Namun Suroso tidak memilih cara yang cepat untuk menuturkan semuanya itu dengan, misalnya, gambar corat-coret yang ekspresif dan banal. Sebaliknya, ia memilih jalan dan pendekatan realistik, sebuah cara yang membutuhkan ketekunan dan kecermatan. Suroso mengelola dunia batinnya yang pekat dengan melukis realistik; pelan-pelan, lapis demi lapis, seperti membongkar lapisan-lapisan kulit yang membungkus jiwa dan pikirannya, untuk memburu “isi dan inti” yang mencerahkan. Hampir semua karyanya dengan figur perempuan muda dan cantik. Dan memang, di sekitar sosok perempuan itulah Suroso memendam luka. Perempuan, cantik, halus, tetapi memiliki potensi “melukai” jiwa yang begitu dalam. “Benang Merah” sebagai tajuk kuratorial dalam pameran ini, mengisyaratkan beberapa hal; baik sebagai benang yang ‘merajut’ luka-luka (jiwa), maupun sebagai ‘perangkai banyak faktor yang mengisyaratkan satu persoalan dalam satu pengertian’. Karya-karya Isur Suroso, mengisyaratkan tentang perlawanan (dirinya) terhadap rasa cemas yang merepresi, juga masa lalu yang meneror, melalui sosok-sosok muda, lembut, dan cantik. Sosok-sosok yang sesungguhnya sangat rapuh, penuh luka-luka di beberapa bagian tertentu, dan dijahit oleh benang-benang merah yang berseliweran di sekitarnya. Sebuah panorama yang jauh dari watak menggoda, namun mewujud oleh dorongan untuk mencari cahaya terang. (Srisasanti Gallery, Yogyakarta)
Category: | Leave a comment